Sabtu, 13 November 2010

Diklat Wajib (calon) Petualang





KENDATI penuh tantangan dan resiko yang bahkan nyawa sebagai taruhannya, dunia petualangan tak pernah mati. Para petualang atau tepatnya penggiat alam bebas terus tumbuh bagaikan jamur, ada yang datang dan ada yang pergi.
Berbagai aktivitas, mulai dari pendakian gunung, panjat tebing, arung jeram, sampai ke penelusuran gua, menarik minat berbagai kalangan yang umumnya didominasi kaum muda. Dari semua kegiatan itu, mendaki gunung menjadi kegiatan yang paling banyak menarik minat para petualang pemula. Alasan mereka, untuk mendaki gunung tidak kelewat butuh skill maupun peralatan yang memadai. Cukup bermodal keberanian dan modal nekad doang, mereka yakin bisa sampai di puncak gunung.
Persepsi serupa itu, sudah bukan rahasia umum lagi. Coba lihat, setiap malam Minggu di Koto Baru, kaki Gunung Marapi. Betapa banyak anak muda yang pergi naik gunung hanya dengan membawa tas sandang (bukan carrier), dan bahkan ada yang tanpa bawa apa-apa sama sekali lantaran nebeng dengan teman-temannya. Bagi mereka, mendaki gunung adalah kegiatan hura-hura, dan huru hara tanpa memikirkan keselamatan jiwanya.
Maka jangan heran, selalu saja ada korban berjatuhan saat melakukan pendakian. Mulai hanya sebatas diserang mountain sickness, kesasar, sampai yang harus kehilangan nyawanya akibat kelalaian dan ketidaktahuan mereka soal seluk beluk pendakian.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Hendri Agustin menulis buku Panduan Teknis Pendakian Gunung. Sebagai pendaki kawakan yang telah melakukan pendakian ke hampir seluruh gunung di Indonesia dan beberapa pegunungan di mancanegara, lelaki kelahiran Padangpanjang, 19 Agustus 1968 ini merasa miris benar dengan fenomena itu.
Sebuah kepedulian yang patut diacungi jempol, mengingat sangat minimnya buku sejenis yang secara detail menulis teknis-teknis pendakian dan segala tetek bengeknya. Selama ini, kalaupun ada buku serupa, hanya sebatas diktat yang biasanya beredar untuk kalangan sendiri di kelompok-kelompok pecinta alam. Itupun isinya tak sedetail isi buku setebal 264 halaman yang diterbitkan Penerbit Andi ini.
Pengalamannya yang bejibun dalam beraktivitas di alam bebas, tidak membuat Hendri harus pelit berbagi ilmu. Dia tak mau tanggung-tanggung mengupas tuntas A sampai Z soal mendaki. Mulai dari ilmu pengetahuan yang ilmiah banget dan teoritis, sampai ke aplikasi teknis di lapangan yang memang akan dilalui seorang pendaki dalam berkegiatan.
Cakrawala pendaki pemula, akan terbuka lebar begitu membaca buku langka ini. Mereka akan tahu banyak bahwa mendaki tidak semata bagaimana menjejakkan kaki di puncak. Lebih dari itu, kegiatan mendaki jauh lebih menyenangkan saat menjalani prosesnya –seperti yang pernah diutarakan Gola Gong dalam serial Balada Si Roy-nya. Mereka akan menjadi tahu, safety procedureadalah hal yang paling utama dalam berkecimpung di kegiatan ini.
Kelebihan lain yang dimiliki buku karya Hendri yang tercatat sebagai pendiri situs petualangan www.highcamp.info dan perintis mailing list Highcamp The Adventures yang beranggotakan sekitar 890 orang ini, adalah disertakannya kumpulan tip yang notabene diangkatkan dari pengalaman yang dia dapat sejak menggeluti dunia petualangan semasa SMA dulu. Belum lagi dengan adanya lampiran yang memuat data gunung-gunung di Indonesia berketinggian di atas 1.000 Mdpl (hal.243), yang di peta Atlas saja belum tentu selengkap itu. Serta adanya check list perlengkapan (hal. 257) dan perencanaan logistik (hal.258) yang dapat menjadi panduan mempersiapkan sebuah pendakian.
Tidak itu saja, buku ini menjadi berbobot dengan adanya bab yang membahas Leave No Trace (hal. 195) yang sering diabaikan para pendaki sebagai prinsip utama dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Prinsip ini, di kalangan petualang dikonsep ringan menjadi “jangan mengambil sesuatu, selain foto dan jangan meninggalkan sesuatu, selain jejak“.
Dengan kelebihan serupa itu, jadilah buku ini sebagai diktat wajib tidak hanya bagi pendaki pemula, tapi juga buat petualang senior sebagai pembanding dan rujukan tambahan bagi mereka.
Sayangnya, buku sebagus ini, tidak semua petualang maupun pendaki pemula yang mengetahui keberadaannya. Karena buku ini dijual di toko-toko besar yang belum tentu menjadi “lokasi bermain” mereka. Justru alangkah lebih baiknya, buku ini dijual di toko outdoor yang menjual perlengkapan alam bebas, karena di situlah biasanya para petualang ini biasanya bermain.
Selain itu, ada mubazir yang tidak begitu mengganggu di buku ini. Yaitu pemuatan foto-foto hasil jepretan Hendri yang yahud punya, namun ditampilkan hitam putih. Coba kalau foto-foto ini dicetak di kertas lux berwarna, woww kereenn.. Pastilah para pembacanya akan mengakui bahwa mendaki itu memang indah!!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar